NAMA: GUNAWAN WIBISONO
NPM: 33412206
KELAS : 1ID01
Kasus-Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.
Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.
Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
- Pembunuhan masal (genosida)
- Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
- Penyiksaan
- Penghilangan orang secara paksa
- Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
- Pemukulan
- Penganiayaan
- Pencemaran nama baik
- Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
- Menghilangkan nyawa orang lain
Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.
Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun
1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan
unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana
terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban
pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong
Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban
pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad
Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik,
dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak
tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk
sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik
dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan
orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan
Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang
lainnya masih hilang).
f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei
1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I
terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi
Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang
luka-luka).
g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup
setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia -
Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.
h. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni
berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan
perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan
banyak korban.
i. Kasus Poso (1998 – 2000)
Telah terjadi bentrokan di Poso yang
memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat
Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
j. Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak
dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah
pihak.
k. Kasus TKI di Malaysia (2002)
Terjadi peristiwa penganiayaan
terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan oleh majikan
sampai gaji yang tidak dibayar.
l. Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya
Telah terjadi peristiwa pemboman di
Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan
menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara asing maupun dari
warga negara Indonesia sendiri.
m. Kasus-kasus lainnya
Selain kasusu-kasus besar diatas,
terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti dilingkungan keluarga,
dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat.
Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
- Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
- Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
- Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
- Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
- Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
- Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
- Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
- Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
- Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
- Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
- Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
- Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.
Kasus Yang Sudah di
Ajukan ke Sidang Pengadilan :
1. Peristiwa Tanjung Priok
Pelanggaran terjadi pada tahun 1984 dan memakan 74 korban. Peristiwa ini terjadi akibar serangan terhadap massa yang berunjuk rasa.
2. Penculikan Aktifis 1998
Kasus yang terjadi pada tahun 1984-1998 ini mengakibarkan 23 korban dan terjadinya peristiwa penghilangan secara paksa oleh Militer terhadap para aktifis Pro-Demokrasi
3. Kasus 27 Juli
Terjadi pada tahun 1996 dan memakan 1.678 korba. Peristiwa ini terjadi akibat Penyerbuan kantor PDI.
4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus yang terjadi pada tahun 1998 ini mengakibatkan 31 korban. Peristiwa yang terjadi akibat Penembakan aparat terhadap mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.
5. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat
Peristiwa yang terjadi tahun 1999 ini terjadi akibat Agresi Militer dan memakan 97 Korban.
6. Peristiwa Abepura, Papua
Peristiwa ini memakan 63 korban dan terjadi pada tahun 2000 dan terjadi akibat penyisiran membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura.
Kasus Yang Belum di Proses Secara Hukum :
1. Pembantaian Massal 1965
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965-1970 ini memakan 1,5 jt korban. Peristiwa yang terjadi akibat korban sebagian besar adalah anggota PKI atau ormas yang berafiliasidengan PKI, sebagian besar dilakukan di luar proses hukum yang sah.
2. Kasus-kasus di Papua
Pada tahun 1966 memakan Ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi ini akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antaraperusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi penduduk lokal.
3. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan Ratusan Ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadappemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yangrawan terhadap tindak kekerasan aparat RI.
4. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
Terjadi pada tahun 1976-1989 memakan banyak Ribuan korban. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikannya GAM Hasan Di Tiro, Aceh selalumenjadi daerah operasi militer dengan intensitas kekrasan yang tinggi.
5. Penembakan Misterius (Petrus)
Terjadi pada tahun 1982-19851. Memakan 678 Korban. Peristiwa ini terjadi akibat sebagian besar tokoh criminal, residivis, atau mantancriminal. Operasi ini bersifat illegal dan dilakukan tanpa identitasinstitusi yang jelas
6. Kasus Marsinah
Terjadi pada tahun 1995 hanya memakan 1 korban jiwa saja. Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain dijadikan kambing hitam. Bukti keterlibatan militer dibidang perburuhan
7. Kasus dukun santet di Banyuwangi
Terjadi pada tahun 1998. Memakan Puluhan korban. Peristiwa yang terjadi karena adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dianggap dan ditusuh dukun santet
8. Kasus Bulukumba
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2003 memakan 2 tewas dan puluhan luka-luka. Insiden ini terjadi karena keinginan PT. London Sumatera untuk melakukan perluasan area perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya tersebut.
DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI NUSANTARA
BERBAGAI DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA
a. Periode Berlakunya Demokrasi Liberal
(1945-1959)
Pada masa ini, awal mulanya diterapkan demokrasi dengan
sistem
kabinet presidensial yaitu para menteri diangkat oleh
presiden dan
bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang berhak
memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah
dikeluarkannya
Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP
menjadi
sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara,
kemudian diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3
Nopember 1945 yang menyatakan diperbolehkannya
pembentukan
multipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14
November 1945
yang menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan
menteri. Lahirlah
sistem pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya
menegaskan
pertanggung jawaban menteri-menteri kepada parlemen.
Pemberlakuan
UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem parlementer dengan
multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak dapat
berlangsung
lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan
gampang pecah,
sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada
saat itu.
b. Periode Berlakunya Demokrasi Terpimpin
(1959—1965)
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD
1945
dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya pelaksanaan
demokrasi
liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu
dapat diselesaikan
dengan menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi
kepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan kekuatan
politik yang
ada pada saat itu.
Keadaan pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tank
menarik
tiga kekuatan politik yang paling utama, yaitu Soekarno, Angkatan
Darat
dan PKI. Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi
kekuatan
Angkatan Darat yang beralih fungsi sebagai kekuatan
politik, sedangkan
PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan
presiden
dalam melawan Angkatan Darat. Angkatan darat sendiri
membutuhkan
Soekarno untuk mendapatkan legitimasi agar dapat terjun
ke arena politik
Indonesia.
Adanya tank ulur dalam kehidupan politik saat itu,
memunculkan
masalah-masalah besar yang menyimpang dari kehidupan
demokrasi yang
berdasarkan UUD 1945, yaitu:
1) Presiden diangkat sebagai presiden seumur hidup
berdasarkan
ketetapan MPRS No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan jabatan oleh beberapa orang, di
mana seorang
anggota kabinet dapat juga sekaligus menjadi anggota
MPRS.
3) Keanggotaan MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui
proses
demokrasi yang baik, karena dilakukan dengan cara
menunjuk
seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi terpimpin cenderung berpusat
pada
kekuasaan presiden yang melebihi apa yang ditentukan oleh
UUD
1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang setingkat
undangundang dalam bentuk penetapan presiden (Penpres).
Misalnya
Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres
No.3/1959
tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena
RAPBN
yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR, dan
dibentuklah
DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya penyelewengan terhadap ideologi Pancasila
dan UUD
1945, dengan berlakunya ajaran Nasakom (Nasionalisme,
Agama,
Komunis).
7) Terjadinya Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30
S/PKI)
yang mengajarkan ideologi komunis.
Peristiwa Gerakan 30 September PKI dapat ditumpas dan
dibubar-
kan beserta dengan antek-anteknya, bahkan PKI menjadi
organisasi
terlarang. Hancurnya PKI, menandai berakhirnya sistem
demokrasi :epimpin
dan munculnya Orde Baru yang ingin melaksanakan Pancasila
pan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
c. Periode Berlakunya Demokrasi Pancasila
(1965—1998)
Gerakan pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan
puncak
penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya demokrasi
:erpimpin.
Tetapi hal ini menjadi titik tolak bagi pengemban Surat
Perintah 11 Maret,
yaitu Soeharto untuk menuju puncak kepemimpinan nasional
dengan
dikeluarkannya ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal
12
Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden
Negara
Republik Indonesia.
Pada masa orde baru berlaku sistem demokrasi pancasila.
Dikatakan
demokrasi pancasila karena sistem demokrasi yang
diterapkan didasarkan
pada Pancasila, yang intinya adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiln yang
dijiwai sila
pertama, kedua, ketiga dan menjiwai sila kelima.
Pengertian demokrasi
pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No.
XXVII/MPRS/1968
tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana
dalam
ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia
adalah sama
dengan sila keempat dari Pancasila.
Ada beberapa fungsi Demokrasi Pancasila,
yaitu:
1) menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan
bernegara;
2) menjamin tetap tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus
1945;
3) menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik
Indonesia;
4) menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada
Pancasila;
5) menjamin adanya hubungan yang serasi, selaras dan
seimbang antara
lembaga-lembaga negara;
6) menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.
Prinsip atau asas pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut
pemerintahan
orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat
manusia;
2) kekeluargaan dan gotong royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas
keinginan yang belum pernah terwujud. Karena gagasan yang
baik tu
baru sampai taraf wacana belum diterapkan. Praktik
kenegaraan dan
pemerintahan pada rezim ini tidak memberikan ruang bagi
kehidupan
berdemokrasi. M.
Rusli mengungkapkan
ciri-ciri rezim orde haru sebagai
berikut.
1) Adanya dominasi peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi
ABRI
pada saat itu, yaitu disamping sebagai kekuatan
pertahanan keamanan
ABRI juga mempunyai peranan dalam bidang politik. Hal ini
dapat
dilihat dengan jatah kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi dan sentralisasi dalam pengambilan
keputusan
politik;
3) Adanya pembatasan terhadap peran dan fungsi partai
dalam
pengambilan keputusan politik;
4) Adanya campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan
partai
politik dan publik;
5) Adanya massa mengambang
6) Adanya monolitisasi ideologi negara; yaitu negara
tidak membiarkan
berkembangnya ideologi-ideologi lain;
7) Adanya inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non
pemerintah
diharapkan menyatu dengan pemerintah, padahal seharusnya
sebagai
alat kontrol bagi pemerintah.
Kepemimpinan pada masa Orde Baru bertumpu pada Soeharto
sebagai presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi.
Pengambilan kebijakan
bidang ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan
lebih dipersempit,
sehingga pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol
masyarakat.
Hal ini mengakibatkan kemajuan ekonomi digerogoti oleh
korupsi,
nepotisme, dan kolusi.
d. Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era
Reformasi (1998-
Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis
kepercayaan
yang direspon oleh kelompok penekan (pressure group) dengan
mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori
oleh
mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan
harapan
baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa
peralihan demokrasi
ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena
pada masa ini
akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun.
Keberhasilan
dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung
pada empat
faktor, yaitu:
1) komposisi elite polit
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik
dikalangan elite
dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.
Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai
modal untuk
mengkonsolidasikan demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan
langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia
menuju demokrasi
sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang
besar, yaitu:
1) reformasi konstitusional (constitutional
reform) yang
menyangkut
perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat
legal
sistem politik.
2) reformasi kelembagaan (institutional
reform and empowerment),
yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga
politik;
3) pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang
lebih demokratis.
Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat
dilihat
berdasarkan aktifitas kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang
Partai
Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas untuk
mendirikan
partai politik yang memungkinkan berkembangnya
multipartai. Hal
ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002
Pasal 2
ayat 1 yang menyatakan “partai politik didirikan dan
dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang
telah
berusia 21 tahun dengan akta notaris”.
2) Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu
memberikan
kebebasan kepada warga negara untuk menggunakan hak
pilihnya
secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,
DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden
dan wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari
KKN,
berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan
keluarnya
ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan
Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah
mempunyai
keberanian untuk melakukan fungsi kontrol terhadap
ekskutif,
sehingga terjadi check and balance.
5) Lembaga tertinngi negara MPR berani mengambil
langkah-langkah
politik dengan adanya sidang tahunan dan menuntut kepada
pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan
laporan
kemajuan (progress report).
6) Adanya kebebasan media massa tanpa ada rasa takut
untuk dicabut
surat ijin penerbitannya.
7) Adanya pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan
presiden
paling lama adalah 2 periode masa kepemimpinan.
wqwqwqwqwqwqqwqwqwqwqqw ckup bagus
BalasHapus