NAMA
: GUNAWAN WIBISONO
KELAS : 1ID01
NPM : 33412206
Postmodern dan paham yang
lahir karenanya (postmodernism)
Post modernisme secara
harafiah dapat diartikan sebagai sebuah masa setelah masa modern, pun dapat
diartikan sebagai sebuah zaman yang melahirkan manusia dengan pemikiran yang
boleh jadi melawan konsepsi-kosepsi yang dipegang oleh modernisme itu sendiri.
Post modernisme menjanjikan sebuah pemahaman akan sebuah dunia baru dengan
gejala pemikiran manusia akan perkembangan dunia yang semakin cair dan luwes.
Meskipun banyak pemikiran post-modernis melawan pakem-pakem yang dipegang oleh
modernis, post modern itu senidiri pun menolaknya. Post modernis mengaku hanya
mengkritisi dan mencoba merevisi kesalahan kesalahan modernisme.
Post-modern adalah sebuah ekspansi besar-besaran oleh skeptisisme yang
‘melanda’ masyarakat global terhadap aspek-aspek hidup secara mendasar, hal ni
menyangkut banyak aspek, seperti hukum, budaya, seni, arsitektur, musik,
desain, jurnalisme, dll. Skeptitisme yang cukup melekat pada pemikiran
masyarakat paska modern melahirkan sebuah budaya kritis dan mempertanyakan
banyak hal. Cenderung membuar masyarakat berhati –harti dalam bertindak.
Menolak sikap pasrah akan aturan aturan dan menuntut akan kebebasan yang
sebebas-bebasnya yang kemudian mengacu pada digalakannya liberalisme dan
kapitalisme.
Postmodernisme menghalalkan berkembangnya pemikiran manusia pada
apapun dalam skala tertentnu sampai ekstrem, bakan melampaui batas norma,
nilai, agama, etika, dan hukum. Masyarakat paska modern menuntut pertanggung
jawaban akan tindakan yang dilakukan manusia. Pemikiran yang tanpa cela, penuh
riset, dan tak terbantahkan dalam melatarbelakangi sebuah perlakuan akan
sesuatu pada akirnya akan membuat manusia menghalalkan semua tindakan yang
dilakukan. Post modern adalah sebuah zaman ketika manusia mencapai sebuah
kemerdekaan dalam berfikir dan mengkritisi tanpa batas, menadai dunia yang kian
terbuka dengan manusianya yang kian cair dalam betindak dan berfikir.
Sebuah
penilaian dan justifikasi pada sesuatu menjadi amat sangat tidak relevan,
mengacu pada dibolehkannya setiap pemikiran manusia terhadap hal yang
dinilainya dengan catatan pemikiran tersebut dilatarbelakangi oleh sesuatu yang
kuat secara mendasar dan mampu membenarkan. Meskipun potmodern menawarkan
sebuah revolusi besar-besaran akan kebebasan berfikir, post modern pun
merupakan titik tolak kembali diangkatnya humaniora (hal-hal yang berkaitan
dengan kemanusiaan, hal yang menjadikan manusia manusia) ditengah gejolak
robotisasi manusia yang dipicu oleh kekakuan yang dicetuskan modernisme yang
secara hakiki mengalienisasi manusia. Dilihat dari dikembalikannya manusia pada
unsur pembentuk dan sifatnya, lahirlah sebuah pemikiran bahwa manusia adalah
mahluk yang berfikir, dan dibatasinya ruang berfikir manusia (dengan adanya
aturan, regularisasi, dll) adalah seseuatu yang dapat menghilangkan sifat
manusia yang paling mendasar itu sendiri. Melahirkan kebebasan berfikir yang
telah saya singgung sebelumnya.
Sejarah dan munculnya
Istilah post modern pertama
kali dicetuskan oleh sekitar tahun 1870-an di beberapa tempat, salah satunya
adalah John Watknis Chapman yang mengemukakan adanya sebuah gaya baru dalam
lukisan yang disebut a Postmodern style of painting sebagai sebuah genre
luksisan setelah Impresionisme Prancis.
Dalam dunia journalisme J.M. Thompson pada tahun 1914 menyatakan bahwa
postmodernisme adalah sebuah perubahan tingkah laku masyarakat yang kian kritis
yang diubgkapkannya dalam media The Journal Hibbert
Selanjutnya pada tahun 1917 Rudolf Pannwitz menyatakana bahwa postmodernisme
adalah sebuah istilah yang menggambarkan budaya masyarakat yang filosofis,
mempertanyakan satu dan lain hal, bahkan lebih jauh lagi, tidak hanya
mempertanyakan dan mencari jawabannya, namun juga mengkritisinya.
Post-modernisme pun merambah
bidang arsitektur, istilah ini digunakan sebagai sebuah gerakan baru dalam
perkembangan arsitektur bangungan sebagai bentuk ketidakpuasan akan arsitektur
modern, yang dicetuskan dengan hadirnya International Style yang menggembar-gemborkan
frasa Less is More, dengan menghilangkan ornamen dan menitikberatkan arsitektur
pada segi fungsi, dan meminimalisir setiap bagian yang dirasa kurang efisien
dan tidak fungsional.
Dalam bidang seni, post modernisme menghadirkan sebuah penyegaran karena
dihilangkannya batasan-batasn yang kaku dalam berkarya dan memberikan
keleluasan bagi seniman dalam skala yang amat besar, hingga tercetus frasa
Anything Goes yang lekat dengan perkembangan postmodern di bidang seni
.keleluasan berkarya ini tidak terbatas hanya pada media yang kemudian
menghadirkan banyak media baru yang kadang membingungkan karena pernah dianggap
sebagi media yang tabu untuk digunakan sebagai media berkarya seni.
Perkembangan dan kebebasan berkarya di bidang seni kemudian dikelompokkan dalam
new media art yang disejajarkan dengan media seni konvemsional. Ketidaklaziman
penggunaan media yang maraca dilakukan pada era postmodern pertama kali
tercetus oleh keradikalan penggunaan media yang dilakukan Duschamp yang kala
itu memerkan sebuah kloset di sebuah pameran karya seni. Hal ini kemudian
menuai banyak krtik dari masyarakat seni kala itu dan mengantarkan seni rupa ke
babak baru dimana eksplorasi media sampai batas yang ekstrim dilazimkan.
Uniknya, perkembangan media seni rupa seringkali sampai pada pemikiran yang
sangat baru, bahkan mungkin suaru saat karya seni rupa tidak semata-mata
terikat akan rupa itu sendiri. Seperti lahirnya sound art dan conceptual art.
Praktek seni eksperimental yang seringkali menggunakan media yang sama sekali
abstrak pun dikategorikan pada karya seni. Selain pada penggunaan media, paham
post modernisme pada seni rupa mengafeksi aspek-aspek kesenirupaan yang lainya,
salah satunya mengenai unsur tertinggi dan paling mendasar dalam senirupa,
yakni estetika, dikembalikannya seni kepada masyarakat menjadikan seni kembali
mengangkat permasalahan sosial dan menganggap keremeh-temehan adalah sesautu
yang boleh saja diangkat, fungsi seni pun kembali diperluas sebagai reaksi
kritis akan konsep pemurnian seni yang digalakan modern.
Pada akhirnya istilah
post-modern dianggap sebagai sebuah zaman yang melahirkan sebuah pemahaman
filosofis yang merangkul semua aspek hidup masyarakat global, baik dalam seni,
musik, literatur, jurnalisme, manajemen, bisnis, dan aspek lainnya, yang
merespon keras cakupan luas imperialisme, universalisme, dan sekulerisme dari
zaman modern beserta pahamnya. Post modernisme beruapaya untuk menajadi titik
tengah antara dikotomi dunia yang melingkupinya secara holistik. Antara arus
global dan lokal, tradisi dan modern, antara fungsi sekulerisme dan
spiritualisme, keseragaman dan kemajemukan, dll. Titik tengah dan juga area
yang paling abu-abu ini dianggap sebagai bentuk sikap yang (mungkin saja)
sekarang ini paling tepat untuk menyikapi dunia yang amat kompleks dan majemuk,
sekaligus terintegrasi satu sama lain. Post modern pun pada akhirnya merupakan
salah satu bagian dari budaya kontemporer pada masyarakat post-industri kala
ini.
Post-modernitas
Post modernitas adalah
keadaan masyarakat ketika menerima dan mempraktikan paham-paham post modernis.
Biasanya indikasi terbesar dapat terlihat dari aspek ekonomi, budaya, dan
kondisi masyarakat yang biasnya dalam ruang lingkup sebuah negara (riset
mengenai ekonomi, budaya, dan kondisi kemasyarakatan akan lebih jelas ketika
dilakuan per negara) ketika ‘mengamini dan mengamalkan’ post modern itu
sendiri. Postmodernitas pun dapat diartikan sebagai dampak yang terjadi pada
masyarakat ketika ditinggalkannya paham-paham kaku yang ditawarkan di zaman
modern menjadi masyarakat yang filosofis dan kritis.
Pada era modernisme,
masyarakat diarahkan untuk menerima konsep-konsep rasional dan realstis demi
mencapai kemajuan di berbagai bidang. Namun sayangnya, ketika rasio dan realita
dipegang sebagai acuan utama dalam kebudayan ,muncul indikasi akan hilangnya
rasa-rasa kemanusian (humaniora) yang akan mengasingkan manusia dari
manusianya. Terjadi sebuah paradoks ketika manusia mencoba untuk mencoba meraih
dan menambah kemampan rasio dan kecakapannya dalam menanggapi realitas namun
harus menghilangkan sifat dasar dari manusia. Dan postmodernisme hadir sebagai
solusi untuk kembali memanusiakan manuisa. Sikap modernisme yang membawa paham
sekulirsme, universalisme, pemerataan, dianggap sebagi sebuah paham yang tidak
cocok ddengan sifat alamiah manusia yang seyogyanya berbeda. Modernisme
sringkali dianggap salah satu gerakan evolusi peradaban manusia yang salah, dan
post-modernism lebih berkonotasi positif karena memberikan keleluasan bagi
masyarakat untuk menentukan tindakan namun, tentu saja, apa yang dianggap salah
pada moderninsme tidak bisa dihilangkan begitu saja. Terbukti bahwa
universalisme tetap saja dipegang oleh masyarakt dunia dan tidak serta kembali
kepada kearifan lokal.
Salah satu dampak yang cukup
menarik dari hadirnya postmodernitas adalah relativisme yang kian rumit untuk
dimengerti. Menolak konsep utopia ang ditawarkan oleh modernisme. Paham post
modern tentu saja dirasa lebih dalam dan rinci dalam memahami sesutau. Sebut
saja dalam estetika, modernisme berpegang teguh pada estetika yang menjadikan
keindahan sebagai acuan utama, namun salah satu pelukis ternama, Van Gogh
mencoba untuk sedikit mendobrak utopiasme modernisme dengan menampilkan
kesenduan dalam karyanya, sehingga cakupan estetika pun tidak terbatas pada
indah secara harifah. Kelenturan berfikir ini pun menrambah aspek kemasyrakatan
lainnya, ketika nilai benar dan salah dan jtaam dikotomi lainnya kian menjadi
abu-abu, dan memang, post modernisme itu sendiri berada pada gray area yang
mencoba menangahi keduanya. Bahkan lebih jauh lagi, postmoderniseme mampu
melazimkan sesuatu yang tidak lazim, atau bahkan menyimpang. Kembali
postmodernisme berpegang pada kelenturan meraka yang tidak menjustifikasi
seperti yang dilakukan modernisme, namun lebih mengkritisi dan berada di
tengah-tengah dikotomi.
Salah satu dampak
postmodernitas yang terjadi secara global dan menyeluruh dan menarik untuk
dikritisi adalah masalah ekonomi global. Modernisme yang menjanjinkan kemajuan
peradaban dunia dengan digalakannya perdaganagn bebas (karena konsepsi
univerasalisme yang mereka pegang) lewat paham pemilik modal dan kapitalisme
pun pada akhirnya hanya kaan menguntungkan pihak-pihak pemilik modal yang
notabene hanya akan mensejahterakan segelintir pihak. Tidak mensejahteraan
masyarakat secara universal, hal ini kemudian dianggap sebagai salah satu
kesalahan modernisme yang cukup signifikan. Yang kemudian dilawan oleh
post-modernisme. Konsep kapitalisme sudah barang tentu menuai banyak kritisi
pedas dari para pengamat budaya. Terlebih karena kapitaslisme selalu berupaya
untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menekan biaya produksi
sehingga efisisni modal dapat dilakukan, seringkali dalam prakteknya,
kapitalisme menghapus nilai-nilai kemanusiaan, dan menenggelamkan manusia dalam
keserakahan yang akan menghilangkan sifat-sifat manusianya. Kembali,
mengalienasi manusia.
Pada perkembangannya, manusia
merasa angin kapitalisme yang kian membutakan manusia dapat berdampak buruk
pada masyrakat global dalam skala yang cukup bear dan jangka yang panjang, maka
kapitalisme itu pun kemudian dilawan oleh lahirnya paham baru yag disebut
post-modernisme yang menwarkan kembali ditiliknya rasa-rasa kemanusiaan
ditengah dunia yang kain munafik dan selalu ingin menang sendiri. Timbul suatu
paham bahwa kapitalisme dapat menanamkan konsumerisme sebagai cikal bakal
penghilangan kemanusiaan. Sikap selektif fan kritis akan menghadapi arus
ekonomi pasar bebas adalah solusi menurut post-modernisme. Menghimbau
manusianya untuk kembali melihat sekitar dan peduli, menawarkan sebuah dunia
baru yang sedikit lebih pengertian. Seidkit menghadirkan paham sosialis yang
dahulu selalu dibantah sebagai penyeimbang arus pasar bebas yang kian berubah
dah menjauhi manusia.
Kritik terhadap post-modern
Meskipun postmodernisme
nampak menjanjikan dan tanpa cela, terdapat beberapa celah yang bisa
menjatuhkan paham ini. Salah satunya adalah kerancuan dan ketidakpastian yang
melekat pada paham ini sebagai konsekuensi dari melenturnya pemikiran manusia.
Beberapa pihak masih menyangkal bahwa postmodernisme, meski memberikan solusi
tengah, dinilai tidak konsisten dalam memperlakukan sesuatu. Bersikap apatis
dan hanya mengkritisi, kemudian lepas tangan dan merasa aman karena tidak ingin
ikut campur menyelesaikan masalah. Lebih jauh lagi, dikhawatirkan paham ini
akan melahirkan medioker yang hanya ikut-ikutan mengkritisi tanpa riset lebih
dalam dan hipokrit yang hanya bisa mengkritisi tanpa bertindak, atau bahkan
tidak mengamini dengan perlakuan terhadap apa yang telah dikritisi.
Selain itu, post modernisme
dianggap tidak konsisten, meskipun post-modernisme adalah sebuah idealisme akan
menyikapi hegemoni pegrerakan dunia, post modernisme itu sendiri dianggap
berpegang pada sesauatu yang tidak ingin mengukuhkan pijaknnya. Paradoks yang
cukup membingungkan pihak-pihak yang mungkin memerlukan kejelasan dalam
bertindak. Seringkali sikap apatis dari postmodernis ditentang oleh para
penganut paham modern, karena meskipun modernisme ditentang dengan keras, tetap
saja menyisakan jejak atas konsepsinya mengani dunia. Tetap saja pasar bebas
dan universalisme dijunjung oleh dunia ini meski jelas-jelas ditentang.
Post modernisme pun menjadi
amat sangat membingungkan. Amat abu-abu. Sangat relatif dan tidak mengukuhkan
diri. Berkesan selalu takut dalam menentukan pilihan dan hanya akan
mengkritisi, melahirkan manusia yang pandai mengkritisi namun ragu dalam
memnentukan sikap. Hanya akan mengadirkan banyak pengamat hebat, tapi ragu
dalam mengambil tindakan.
Pengaruh postmodernisme pada
seni rupa
Telah sedikit saya ungkap
sebelumnya, postmodernisme mengafeksi aspek-aspek kehidupan scara general dan
holistik, pun seni dan estetika. Pada masa modern, seni dicoba untuk dimurnikan
dari distorsi-distorsi yang mungkin terjadi karena adanya implementasi dari
aspek-aspek yang dahulu melebur dengan seni. Seperti tradisi dan
kemasyarakatan. Seni kala itu (masa modern) meminjam konsepsi konsepi
modernisme, sepeti universalisme seni, sekulerisme seni, pemurnian dan
pengkerucutan seni (klasifikasi yang jelas), dan pengesklusidan seni. berangkat
dari pemikiran tersebut perkembangn karya seni menjadi amat kaku. Seni amat
ditinggikan dan diperuntukkan bagi kaum ningrat saja. Seni dimurnikan dan
terbatas hanya pada masalah estetis saja (pada seni abstrak), tabu dalam
membicarakan hal-hal yang bersifat remeh-temeh, dipisahkan dari masyarakat,
menunjung orisinalitas, dan dijauhkan dari tradisi. Semua perlakuan diatas
merupakan hasil dari pemikiran modernisme yang amat berpegang pada rasionalitas
dan realitas, sehingga membatasi ruang berkarya. Seni terbatas pada media seni
konvensional yang tinggi orisinilalitas dan amat eksklusif. Sehingga seni lukis
dan patunglah yang medominasi penggunaan media pada seni rupa modern. Sedangkan
seni grafis dan keramik masih berkonotasi rakyat, tidak ningrat, dianggap tidak
seeksklusif media lukis dan patung, namun seiring perkembangannya, kedua media
tersebut dipandang patut disejajarkan dengan media seni sebelumnya, seperti
yang dilakukan Andy Warhol, yang merusak tatanan media seni tinggi dan seni
rendah dengan memadukan keduanya, seperti karya silkscreenya (serigrafi kala
itu diangap media rakyat) pada sebuah kanvas (yang biasa digunakan untuk
melukis yang berkonotasi seni tinggi).
Dikemudian hari, paham
modernisme yang terdapat pada senirupa mendapat resisitensi dari kekritisan
pemikiran publik seni. pun mengungkap bahwa terjadi kesalahan pada modernisme
seni ini. Hal ini juga dipengaruhi perkembangan pola pikir masyarakat global
yang memasuki gerbang pemikiran filosofis yang dibawa postmodernisme. Bentuk
resistensi ini pun dikenal dengan postmodernisme seni yang membawa angin segar
dalam dunia seni rupa. Dengan bertambah lenturnya pemikiran publik akan seni,
penggunaan media pun menjadi amat tak terbatas bahkan melampaui norma-norma
etis. Post modernisme berusaha untuk meminjam pemikiran masa lalu mengenai
seni, menitilkberatkan pada meleburnya seni dengan masyarakat dan tradisi. Seni
diupayakan untuk kembali melebur dengan keduanya. Diangkatnya kembali isu-isu
sosial dalam karya seni tentunya menambah kaya ruang lingkup batasan karya.
Seni kembali berfungsi sosial dan pribadi. Seniman kembali diperbolehkan untuk
menyisipkan muatan-muatan pribadi dalam karyanya. Selain itu, seni pun dianggap
dapat menjadi media yang digunakan untuk mengkritisi masalah sosial yang kian
rumit. Diangkatnya kembali hal-hal yang tidak general (umum) dan berskala kecil
dan remeh temeh pada karya seni pun tak disia-siakan oleh para seniman untuk
menuangkannya pada karya. universalisme seni pun diporak-poranda kan oleh
dihalalkannya pengangkatan isu lokal pada karya seni , penanaman kearifan lokal
pada karya seni merupakan dampak dari diperbolehkannya pengkaryaan tradisi yang
tentu saja bersifat sangat lokal pada karya seni.
Seni pada masa post-modern
kian cair dan semakin luas cakupannya, menjajal sebuah babak baru dengan
tawaran kebebasan dan kemerdekaan berkarya secara menyeluruh, namun tetap saja,
konsekuensi dari konsepsi dasar postmodernisme, yakni kritisisme dan budaya
filosofis, menuntut riset yang kian dalam dan meyelurub dalam berkarya,
sehingga karya seni dewasa ini tidak terbatas pada pemasalahan visual dan
estetis saja, namun juga mengenai pertanggungjawaban gagasan yang dituangkan
seniman dalam karyanya. Bahakan tak jarang, pertanggungjawaban karya lebih
dipentingkan dan diutamakan. Terutama pada karya-karya seni konseptual dan
eksperimental, pertanggungjawaban karya adalah hal yang paling ditamakan. Ini
merupakan cerminan dari budaya filosofis dan kritis yang tadi saya utarakan.
Meskipun banyak nilai positif
yang bisa dipetik dari seni postmodernisme, tetap timbul sebuah permasalahan
yang cukup pelik ketika eksistensi mengenai ruang lingkup postmodernisme itu
sendiri. Ketika paham ini mencoba untuk mengembalikan seni ke koridor masa lalu
tapi tetap membawa pengaruh-pengaruh modernisme yang amat bertentangan dengan
apa yang hendak dikembalikan. Meskipun begitu, banyak pula pemikir mengemukakan
bahwa postmodernisme memang berupaya, dan mungkin baru sampai pada tahap
‘meminjam’ pemikiran-pemikiran masa lalu yag dianggap lebih baik. Belum mampu
atau bahkan mungkin tidak bisa mengembalikan seni pada konespsi-konsepsi
terdahulu. hal ini tercermin dari tetap digalakannya pengeksklusifan seni dan
adanya profesi seniman yang notabene adalah produk modernisme. Ketika seni
melebur dengan masyarakat, profesi seniman pun melebur dengannya, seniman
hanyalah bagian dari masyarakat yang seyogyanya tidak menggembar-gemborkan
eksistensinya, dan kemudian berujung pada kepemilikan karya seni yang
seharusnya dimiliki publik, mengacu pada anonimisme karya seni pada koridor
masa lalu.
Gerakan Postmodernisme dimulai dengan arsitektur. Arsitektur modern, seperti
yang didirikan dan dikembangkan
oleh orang-orang seperti Walter Gropius, Le
Corbusier, dan Philip
Johnson, difokuskan pada mengejar kesempurnaan yang
ideal dirasakan, dan berusaha
mengharmonikan bentuk dan fungsi, dan
pemberhentian "ornamen sembrono.
“ Kritik terhadap modernisme berpendapat
bahwa atribut kesempurnaan
dan minimalis sendiri yang
subyektif, dan menunjukkan anakronisme dalam pemikiran modern dan mempertanyakan manfaat dari filsafat. postmodern
arsitektur Definitif seperti karya Michael
Graves dan Robert
Venturi menolak gagasan
bentuk 'murni' atau
'sempurna' detil arsitektonis,
bukan gambar mencolok dari semua metode, bahan, bentuk
dan warna yang tersedia untuk
arsitek.
Modernis Ludwig Mies
van der Rohe
dikaitkan dengan frase
"kurang lebih"; ".
Kurang adalah membosankan"
dalam kontras Venturi terkenal mengatakan, Arsitektur
postmodernis adalah salah satu gerakan estetika pertama yang secara terbuka menantang Modernisme sebagai sesuatu yang kuno dan "totaliter", mendukung preferensi pribadi dan berbagai sudut yang lebih obyektif, kebenaran utama atau prinsip-prinsip.
Ini adalah suasana kritik, skeptisisme penekanan,
dan perbedaan atas dan terhadap kesatuan yang membedakan estetika postmodernisme.
Di antara penulis mendefinisikan istilah dari
wacana ini adalah Charles Jencks, dijelaskan
oleh Majalah Desain Arsitektur sebagai "pendefinisi Post-Modernisme selama
tiga puluh tahun" dan
kritikus "diakui dunia
internasional ..., yang namanya menjadi sinonim dengan Post-modernisme dalam tahun 80-an ".
Musik postmodern baik musik dari era postmodern, atau musik yang mengikuti
tren estetika dan filosofis postmodernisme. Seperti
namanya, gerakan postmodernis terbentuk sebagian sebagai reaksi terhadap
cita-cita modernis. Karena
itu, musik postmodern kebanyakan didefinisikan dalam oposisi terhadap musik
modernis, dan pekerjaan yang dapat menjadi modernis, atau postmodern, tetapi
tidak keduanya. Jonathan
Kramer mengemukakan ide (mengikuti Umberto Eco dan Jean-François Lyotard) bahwa
postmodernisme (termasuk postmodernisme musik) kurang gaya permukaan atau
periode sejarah (yaitu, kondisi) dibandingkan sikap.
Dorongan
postmodern dalam musik klasik muncul pada tahun 1960 dengan munculnya minimalis
musik. Komposer
seperti Terry Riley, Krzysztof Penderecki, György Ligeti, Henryk Gorecki,
Bradley Joseph, John Adams, George Crumb, Steve Reich, Philip Glass, Michael
Nyman, dan Lou Harrison bereaksi terhadap elitisme dirasakan dan suara disonan
modernisme akademik atonal dengan memproduksi musik
dengan tekstur yang sederhana dan relatif harmoni konsonan, sementara yang
lainnya, terutama John Cage menantang Narasi yang berlaku keindahan dan objektivitas
umum untuk Modernisme. Beberapa
komposer telah terbuka dipengaruhi oleh musik populer dan tradisi dunia musik
etnis.
Musik
klasik postmodern juga bukan gaya musik, melainkan mengacu pada musik dari era
postmodern. Ini
beruang hubungan yang sama untuk musik postmodernis bahwa postmodernitas
beruang untuk postmodernisme. Postmodern
musik, di sisi lain, saham karakteristik dengan postmodernis art-yaitu, seni
yang datang setelah dan bereaksi terhadap modernisme (lihat Modernisme di
Musik).
Meskipun
mewakili kembalinya
bentuk umum untuk pengertian pembuatan
musik tertentu yang
sering dianggap klasik atau romantis [rujukan?], Tidak semua komposer
postmodern telah dihindari ajaran pencoba atau akademis modernisme. Karya-karya
komposer Belanda Louis Andriessen, misalnya, menunjukkan keasyikan pencoba yang
jelas anti-romantis. Eklektisisme
dan kebebasan berekspresi, sebagai reaksi terhadap kekakuan dan keterbatasan
estetika modernisme, adalah keunggulan dari pengaruh postmodern dalam komposisi
musik.
Lain
Metal
Gear Solid 2: Sons of Liberty, bagian dari seri Metal Gear, secara luas
dianggap sebagai contoh dari video game postmodern dan kasus untuk video game
sebagai seni. Permainan
mengeksplorasi hubungan antara pemain, karakter, dan narasi secara luas
dianggap inovatif, serta tema menjelajah seperti sensor, meme, dan kelemahan
demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar